Toraja merupakan suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa dan sebagian masyarakatnya masih menganut kepercayaan animisme yang dikenal dengan Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia sendiri telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma. Suku toraja juga masih kental dengan kebudayaan mereka serta kisah spiritualnya.
Diceritakan, disebuah desa silanang, kabupaten Tana Toraja, ditemukan sebuah kuburan massal. Kuburan massal itu terletak disebuah gua, dan penduduk setempat mengatakan bahwa mayat yang disimpan disana tidak pernah membusuk dan berbau. Anehnya mayat-mayat itu tidak diberi perlakuan khusus seperti proses pembalseman pada mumi mesir kuno. Menurut beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli, hal ini dikarenakan ada semacam zat dari pohon disana yang bisa menyerap bau busuk dan juga menjauhkannya dari serangga yang menyebabkan mayat cepat membusuk.
Dibalik kisah kuburan yang ajaib itu, ada pula sebuah kisah unik yang penuh dengan misteri mengenai mayat berjalan yang dikendalikan oleh seorang pawang. Mayat itu dikatakan berjalan layaknya orang yang masih hidup, hanya saja cara berjalannya agak terseok-seok. Mayat itu dikendalikan dengan tujuan untuk menuntunnya kembali ke tujuan akhirnya, yaitu rumahnya sendiri.
Konon katanya, dahulu orang Toraja senang menjelajahi daerah pegunungan. Mereka tidak menggunakan alat transportasi apapun ketika menjelajah. Dalam penjelajahan yang berat itu, beberapa orang tidak kuat untuk melanjutkan lagi dan kemudian jatuh sakit. Karena bekal dan obat-obatan yang dibawa sangat minim, anggota mereka yang sakit tadi akhirnya meninggal.
Karena sangat mustahil untuk meninggalkan mayat rekan sendiri, dan akan sangat merepotkan juga jika harus membawa pulang jenazahnya, maka dengan suatu ritual gaib, mereka membangkitkan mayat tersebut dan mengendalikannya. Mereka menuntun mayat itu sampai ke rumahnya. Namun ada pantangan khusus yang tidak boleh dilakukan selama mayat itu belum sampai di rumahnya, mayat tidak boleh disentuh, jika dilakukan, maka mantra yang ada pada sang mayat akan hilang.
Berikut ini gambarnya.
Upacara kematian Tana Toraja
Tana Toraja memiliki tradisi upacara pemakaman yang rumit. Upacara yang disebut dengan Rambu Solo ini adalah sebuah upacara pemakaman secara adat yang mengharuskan pihak keluarga mengadakan sebuah pesta sebagai penghormatan terakhir bagi sang mendiang.
Upacara Rambu Solo ini dikatakan upacara yang sangat rumit karena memiliki sejumlah tingkatan sesuai dengan status sosial mendiang dan keluarganya. Biasanya jenazah tadi disertai pula dengan patung yang menggambarkan diri sang mendiang. Patung ini disebut tau-tau. Kemudian, pada prosesi terakhir, mayat tadi dibawa ke tebing dan diletakkan di dinding tebing begitu saja. Dan ajaibnya, seperti sepenggal kisah diatas, mayat yang diletakkan di dinding itu tidak mengeluarkan bau busuk.
Menurut ajaran Aluk To dolo ( kepercayaan masyarakat setempat ), rumah adat toraja yang bernama Tongkonan itu mempunyai makna khusus. Menurut mereka, menggambarkan bahwa manusia yang hidup maupun yang telah meninggal itu sama saja. Jika masyarakat yang masih hidup berkumpul di dalam rumah mereka, yaitu Tongkonan, maka mereka yang telah meninggal juga berkumpul di tempat yang khusus dibuat sebagai "pasangan" Tongkonan yang disebut Liang.
Adat istiadat Tana Toraja
Sejenak kita telah membahas tentang upacara pemakaman Tana Toraja walaupun singkat namun berharap bisa dimengerti. Nah, sekarang bagaimana penjelasan mengenai kisah mayat berjalan diatas? Apakah mayat yang berdiri itu yang dimaksud mereka sebagai mayat berjalan. Dari beberapa informasi mengenai kisah mayat berjalan ini dan saya pun tidak mendapatkan artikel yang menceritakan tentang kisah ini. Jadi tidak bisa diceritakan secara detail kebenarannya.
Karena memang tidak banyak informasi yang beredar mengenai mayat berjalan. Walau bagaimana pun ini tetap menjadi budaya yang melekat erat dengan masyarakat Toraja. Entah ini kebohongan atau memang kisah nyata, namun yang pasti, ada alasannya yang membuat cerita ini beredar dan meluas di dunia, khususnya di Indonesia. Jadi, apakah kisah ini memang benar adanya?